Keluarga rambut merah. Keluarga yang terdiri dari 9 bersaudara berambut merah.
- Anak pertama, Shirayuki (dari red haired snow white)
- Anak ke dua, Kurisu (dari Steins Gate)
- Anak ke tiga, Hilda (dari Cross Ange: Tenshi to Ryuu no Rondo)
- Anak ke empat, Yona (dari Akatsuki no Yona)
- Anak ke lima, Mikorin (dari Gekkan Shoujo Nozaki-kun)
- Anak ke enam, Maki (dari Love Live)
- Anak ke tujuh, Haruki (dari Akuma no Riddle)
- Anak ke delapan, Kyouko (dari Puella Magica Madoka)
- Anak ke sembilan, Akkarin (dari Yuru-Yuri)
Tin! Tin! Tin! Terdengar suara jam
beker yang terus berbunyi dan berisik. Jam itu terus berbunyi sampai akhirnya tangan
kanan seseorang menggapainya dan mematikannya dengan cara menekan tombol putih
yang berada di atasnya. Ternyata tangan itu milik seorang anak perempuan
berambut merah yang sedang asyik berada di dunia mimpi. Setelah mematikan jam
beker yang terletak di meja kecil di samping tempat tidurnya, dia pun
memunggungi jam beker yang sudah terdiam dan meneruskan tidurnya.
Beberapa detik kemudian, terdengar
bunyi bel yang ditekan berulang kali dengan semangat oleh seseorang. Suara bel
yang keras dan terus menerus berhasil mengagetkan anak itu hingga dia menjerit
dalam keadaan duduk. Kemudian dia tolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, dengan
kebingungan.
“A — ada apa?” katanya bingung.
“Kami tahu kau ada di dalam, Akkari!
Cepat lah turun tanpa banyak tanya!” seru orang yang menekan bel.
“Kalau tak segera bangun bisa
terlambat loh!” seru teman orang yang menekan bel.
“Kyouko-chan? Yui-chan?” kata Akkarin
yang masih setengah sadar.
“Terlambat? Maksudnya?” lanjutnya
sambil mengambil jam bekernya untuk melihat sudah jam berapa. Akkarin langsung
kaget setengah mati saat dia melihat jam menunjukkan pukul setengah tujuh.
“Hah?! Tak mungkin?!” serunya
seraya meletakkan jam bekernya ke tempatnya semula.
Akkarin langsung turun dari ranjangnya
dengan panik. Sayangnya baru mengambil satu langkah ke depan, kakinya terlilit
selimut yang jatuh saat dia langsung turun tadi, membuat dirinya jatuh mencium
lantai.
Akkarin bangun sambil
mengusap-ngusap hidungnya yang sakit terantuk lantai karena terjatuh tadi
kemudian segera masuk ke kamar mandi. Dia mandi secepat mungkin, lalu
mengenakan kemeja putih dan rok merahnya dengan cepat. Tak lupa dia menyisir
rambut merah pendeknya. Namun ujung rambutnya yang semula rapi kembali mencuat
ke atas. Akkarin menatap rambutnya yang mencuat itu dengan tatapan sebal.
Dia ambil setengah bagian rambutnya
kemudian menggelungnya menjadi dua bagian, kanan dan kiri. Dengan mata berbinar
dan semangat level tinggi, Akkari mengambil roti bakar selai stroberi miliknya yang
sudah disiapkan di meja oleh kak Shirayuki, kakaknya yang paling tua.
Sambil menggit roti bakarnya,
Akkarin membuka pintu rumahnya. Di depan pintu terlihat dua anak perempuan yang
mengenakan kemeja putih dengan rok biru pendek.
“Kyouko-chan, Yui-chan maaf lama!”
serunya sambil memegang roti bakarnya dengan tangan kanannya.
“Terlambat tidak ya?” tanya Kyouko
sambil menoleh ke arah Yui.
“Pasti terlambat nih,” jawab Yui
sambil menoleh ke arah Kyouko.
Mendengar perkataan mereka berdua,
Akkarin baru sadar bahwa dia salah memakai seragam. “Aku lupa kalau hari ini
aku sudah SMP!” serunya sambil menangis. “Huwaaa! Malunya!”
“Jujur saja kami tak menduga akan
seperti ini jadinya,” kata Kyouko sambil menoleh ke arah Yui.
“Yah, tak mengagetkan juga sih,”
jawab Yui seraya menolehkan kepalanya ke arah Kyouko.
“Sebaiknya kau segera ganti baju,
atau kita akan terlambat,” saran Yui ke Akkarin.
Akkarin mengangguk, lalu dia
membalikkan badannya berlari ke dalam rumah sambil berseru, “Aku ganti baju
dulu!”
Setelah Akkarin menghilang untuk
ganti baju, Kyouko yang berada di luar bersama Yui mengajak Yui jalan-jalan.
“Ke mana?” tanya Yui.
“Ke dalam rumah,” jawab Kyouko
bersemangat. Yui kaget mendengar jawaban temannya satu itu. Dia hendak melarang
Kyouko masuk, tapi sayang Kyouko sudah masuk duluan. Terpaksa Yui mengikutinya
di belakang.
Kyouko dan Yui teman Akkarin sejak
dia masih kecil. Mereka terus satu sekolah sejak TK walau mereka berdua lebih
tua setahun. Walau begitu Jadi tak mengagetkan jika mereka kenal dengan
kakak-kakaknya Akkarin, begitu juga sebaliknya. Selain itu mereka berdua
seumuran dengan Kyouko, si anak ke delapan. Walau mereka masuk ke SMP yang
berbeda, mereka bertiga tetap akrab satu sama lain.
Kyouko memiliki warna mata berwarna
biru dan rambut pirang panjang lurus yang selalu dia gerai dengan bando pita
yang selalu menghiasi rambutnya. Anaknya bisa dibilang jenius dengan tubuh yang
sangat sehat dan tak mudah sakit. Sayangnya dia tak suka melakukan hal yang tak
menarik minatnya. Dia sangat suka menggambar Mirakurun, salah satu tokoh kartun
yang sangat di sukainya.
Yuki memiliki warna mata yang sama
hitamnya dengan rambutnya. Rambutnya pendek sebahu dengan potongan shaggy. Perawakannya yang dewasa dan
bertanggung jawab membuat dia semacam baby
sitternya Kyouko. Dia itu sudah seperti ibu ke dua bagi Kyouko.
Dengan wajah serius, Kyouko
menelusuri satu per satu ruangan yang ada di dalam rumahnya Akkarin. Mulai dari
ruang keluarga, dapur, kamar mandi.
“Kalau diingat-ingat, sudah lama
juga tak masuk ke dalam rumahnya Akkarin,” kata Yui seraya menapaki tangga menuju
ke lantai dua diikuti Kyouko di belakangnya.
“Benar juga ya,” jawab Kyouko
kemudian mengintip apa yang ada di dalam roknya Yui dari bawah dan langsung
mendapat tendangan belakang dari Yui.
“Hentikan,” kata Yui tapi Kyouko
cuma meringis.
Setelah di lantai dua Kyouko
menoleh ke kanan dan ke kiri dengan semangat kemudian menuju ke salah satu
pintu yang ada di sana dan membukanya.
“Apa yang kau lakukan?!” hardik Yui.
“Ini kan kamar orang!”
“Sudah tahu kok. Lihat di pintu ada
tulisannya kan kamarnya siapa,” kata Kyouko sambil menunjuk tulisan Shirayuki
yang menghiasi depan pintu.
“Bukan itu yang kumaksud,” kata
Yui.
“Tenang saja kita cuma mengintip
sebentar. Lagipula kakak-kakaknya Akkarin kan sudah berangkat,” kata Kyouko santai
sambil masuk ke dalam kamar Shirayuki. Yui mau tak mau mengikutinya.
Kyouko dan Yui terpesona melihat kamar
Shirayuki yang sederhana namun kesannya klasik dan elegan. Dindingnya di cat
berwana coklat kayu dan dibuat seolah-olah dindingnya terbuat dari kayu bukan batu
bata. Rak bukunya yang tinggi berisi buku-buku tebal yang tertata rapi. Tempat
tidurnya di letakkan di sisi jendela persis dengan meja kecil dengan dua laci di
mana jam beker kecil berbentuk kotak berwarna coklat kayu, lampu meja yang
kakinya terbuat dari kayu sementara bagian atasnya berwarna putih, dan sebuah buku tebal dengan cover berwarna coklat tua, terletak di
atasnya. Selain itu terdapat, meja lebar yang berhadapan di depan tempat
tidurnya yang diatasnya berisi berbagai macam tabung-tabung dengan segala
bentuk dan ukuran yang terbuat dari gelas yang tersusun rapi.
“Kamarnya seperti laboraturium dulu
kala,” komentar Kyouko kemudian langsung ke luar meninggalkan Yui yang masih
mengagumi penataan kamarnya Shirayuki. Baru beberapa detik kemudian, dia
menyadari temannya satu itu sudah pergi entah ke mana.
Ternyata Kyouko sudah masuk ke
kamar sebelahnya, kamarnya Kurisu, si anak ke dua. Yui yang ikut masuk ke dalam
kamar Kurisu lagi-lagi terpesona dengan penataan kamarnya. Kamarnya Kurisu
versi modernnya kamarnya Shirayuki. Mulai dari warna dindingnya yang berwarna kelabu
serta perabotannya. Susunan kamarnya sama persis dengan kamarnya Shirayuki
dengan meja lebar yang diatasnya berdiri berbagai macam tabung-tabung dengan
segala bentuk dan ukuran yang terbuat dari gelas yang tersusun rapi.
Puas melihat kamar Shirayuki,
Kyouko dan Yui pindah ke kamar Yona, anak ke empat. Kamarnya Yona sama persis
dengan kamarnya Shirayuki. Yang membedakan hanya yang tergeletak di meja lebar
miliknya bukan beberapa tabung seperti kamarnya Shirayuki dan Kurisu, melainkan
panah, busur, pisau kecil, tali, dan tumpukan buku tentang cara menggunakan
pedang.
Di kamar selanjutnya, kamarnya Maki,
anak ke enam, penataannya hampir sama dengan milik Kurisu. Hanya saja perabotan
yang dimilikinya lebih manis dengan warna dinding kamar berwarna putih serta
tak memiliki meja lebar seperti kamarnya Shirayuki, Kurisu atau Yona. Sebaliknya
dia memiliki meja belajar kecil yang terbuat dari kayu.
“Empat kamar sudah dijelajahi,
selanjutnya yang bawah!” seru Kyouko yang langsung berlari ke bawah. Tentu saja
diikuti Yui di belakangnya.
“Selanjutnya kamarnya kak Haruki,”
kata Kyouko bersemangat. Dibukanya pintu kamar Haruki dengan semangat dan
Kyouko pun agak kecewa. Kamarnya Haruki penatannya sama dengan kamarnya Maki.
Yang membedakan cuma meja lebar miliknya dipenuhi satu kotak cat kuku dengan
berbagai warna dan berbagai alat menicure
pedicure.
“Kukira kamarnya lebih mengejutkan.
Ternyata biasa saja,” komentar Kyouko dengan nada kecewa sebelum meninggalkan
kamarnya Haruki. Yui lega melihatnya. Akhirnya penelusuran kamar kakak-kakaknya
Akkarin berakhir. “Untung, masih ada tiga lagi!” seru Kyouko sudah berada di depan kamarnya Kyouko, si anak ke delapan.
Yui menghela napas panjang melihat tingkah temannya satu itu.
Saat Kyouko membuka kamar itu, dia
dan Yui agak kaget mendapati kamar Kyouko yang penuh dengan gambar Sayaka. Mulai
dari memakai seragam biasa hingga memakai sebuah kostum berwarna biru seperti
seorang pahlawan. Kyouko dan Yui saling berpandangan sebentar, kemudian mereka
memutuskan ke luar secara bergiliran.
“Sepertinya Kyouko sangat mencintai
Sayaka,” kata Yui.
“Itu bukan sepertinya lagi. Sudah
jelas dia sangat mencintai Sayaka,” kata Kyouko saat dia menutup kamar Kyouko.
“Selanjutnya kamarnya kak Hilda!
Mudah-mudahan saja lebih mengagetkan,” kata Kyouko penuh harap. Harapannya
tentu saja terkabul, karena kamar Hilda si anak ke tiga sangat mengejutkan.
Bukan karena kamarnya berantakan. Melainkan banyak barang bergambar Ange yang
dapat kau temukan di sana. Mulai dari guling bergambar Ange, seprai bergambar
Ange, poster besar bergambar Ange yang tertempel di langit-langit tepat di atas
ranjangnya. Hanya ranjang Hilda saja yang letaknya berdampingan dengan dinding
kamar dan tentu saja kau akan menemukan gambar Ange yang hampir sepanjang
ranjang dengan pose tidur miring menghadap ke arah ranjang dengan ekspresi wajah
yang sangat keren. Setelah dilihat lebih seksama, ternyata ada guling bergambar
Akarin di sebelah guling bergambar Ange. Sementara di dinding sekitar meja
lebar tertempel fot seorag laki-laki yang kepalanya tersobek. Beberapa ada
tulisan kata “mati” berwarna merah. Yui agak ketakutan melihatnya. Lalu, di atas
meja lebar yang ada di dalam kamarnya Hilda terdapat dua pistol yang bagaiannya
berceceran dan tumpukan buku bertemakan senjata.
“Menurutmu, pistol itu asli tidak?”
tanya Kyouko dengan ekspresi takut.
“Entahlah,” jawab Yui angkat bahu.
“Sebaiknya kita segera pergi dari sini.” Kyouko mengangguk setuju.
Saat Kyouko hendak menutup pintu
kamarnya Hilda, matanya menangkap sesuatu yang terlihat dari dalam laci.
Penasaran Kyouko mendekatinya dan mengambil barang tersebut tanpa sepengetahuan
Yui. Ternyata itu adalah celana dalam dengan motif kepiting lucu. Kyouko
tersenyum geli membayangkan Hilda yang keren ternyata memakai celana dalam lucu
seperti milik Akkarin. Tiba-tiba Kyouko ingat tentang curhatannya Akkarin
tentang celana dalamnya yang akhir-akhir ini sering menghilang. Dipandangnya
barang yang ada di tangannya dengan ekspresi tak percaya. Kemudian dia
kembalikan ke tempatnya semula.
“Kau sedang apa?” tanya Yui
tiba-tiba, membuat Kyouko hampir terkena serangan jantung.
“Ti... dak apa-apa,” jawabnya
grogi. “Sebaiknya kita segera ke luar sebelum Akkarin datang,” kata Kyouko
sambil mendorong Yui ke luar ruangan.
“Kamarnya kak Hilda horor sekali,”
komentar Kyouko setelah menutup pintu kamarnya Hilda. Yui mengangguk setuju.
Kemudian Kyouko berjalan
menghampiri kamar disampingnya yang bertuliskan “Mikoshiba”.
“Baiklah, akhirnya kamar terakhir!”
seru Kyouko yang sudah semangat lagi.
“Jangan,” kata Yui melarang.
“Ayolah Yui, tinggal ini saja,” kata
Kyouko mengiba. “Ya boleh ya?”
Yui berpikir sebentar. Saat dia
hendak berkata boleh, Kyouko sudah masuk ke dalam kamar Mikorin, anak ke lima.
“Kyouko!” seru Yui dengan suara
berbisik.
“Tenang saja. Tenang saja,” balas
Kyouko santai.
Di dalam kamar Mikorin terdapat
satu ranjang seperti kamar lainnya, satu televisi berlayar kecil, konsol game, berbagai macam poster kartun dan
komik, rak buku tinggi yang berisi buku-buku dan satu rak lagi yang berisi patung
mainan perempuan dengan segala bentuk dan segala model baju yang dikenakannya.
“Kamarnya...” kata Kyouko dan
berhenti sebelum perkatannya selesai.
“Menenangkan,” kata Yui menambahkan
dengan nada lega.
Lalu ke dua anak itu menghela napas
lega. Mereka berdua saling bertatapan kemudian tertawa lebar sambil berjalan ke
luar kamar Mikorin.
Saat pintu di tutup, Akkarin muncul
dengan kemeja putih dan rok biru.
“Maaf aku lama!“ serunya dengan wajah penuh
penyesalan.
“Tak apa-apa,” jawab Kyouko.
“Sebaiknya kita berangkat sekarang.
Akkari tak ada yang kelupaan kan?” tanya Yui yang langsung mendapat gelengan kepala
dari Akkarin. “Tak ada.”
“Kalau gitu, ayo kita berangkat!
Let’s go!” seru Kyouko yang disambut senyuman lebar dari Yui dan Akkarin.
Di tengah jalan, Kyouko bertanya,
“Akkari, apa kau pernah ke kamar kak Hilda?”
“Pernah,” jawab Akkarin yang
langsung mendapat tatapan tak percaya dari Yui dan Kyouko.
“Kau beneran pernah masuk ke sana?”
kata Yui mengulangi pertanyaannya Kyouko. Akkarin mengangguk.
“Awal-awal kamarnya agak menakutkan
karena banyak gambar kak Ange di sana. Tapi lama-lama biasa saja,” jawabnya
riang. Kyouko dan Yui berusaha menutupi kekagetannya supaya Akkarin tak
menyadarinya.
“Ah gitu ya,” kata Yui mengakhiri
topik pembicaraan.
*****
Beberapa jam kemudian, bel pulang
sekolah berbunyi. Kyouko, Yui dan Akkarin pulang bersama-sama. Di jalan mereka
bertemu dengan Mikorin, Nozaki dan Chiyo.
“Selamat siang kak!” sapa Akkarin
dan Yui dengan nada dan timing yang
sama. Yang beda hanya Kyouko yang menyapa dengan kata “Yahho!”
“Siang juga,” balas Chiyo sementara
Nozaki dan Mikorin hanya membalas dengan satu kata “siang”.
“Lama tak berjumpa ya kak Chiyo,
Nozaki dan Mikorin,” kata Yui basa-basi.
“Benar juga. Tak terasa kalian
sudah SMP ya,” kata Chiyo.
“Bolehkah aku memfoto kalian?”
tanya Nozaki yang sudah siap dengan kameranya. Kyouko, Yui dan Akkarin mengangguk
bersamaan. Tentu saja Nozaki tak melewatkan kesempatan itu. Dia langsung cepat
mengambil beberapa foto mereka.
“Terima kasih banyak,” kata Nozaki
yang langsung di jawab “sama-sama” dengan mereka bertiga.
Lalu mereka berenam pun jalan kaki
pulang bersama.
“Ah~ berada di dekat kak Mikorin
memang sangat menenangkan,” kata Kyouko tiba-tiba.
“Benar sekali! Aku juag sering
merasakannya!” balas Chiyo, semangat. Ekspresi bahagia terlihat jelas di
mukanya.
“Kak Mikorin mudah sekali di baca
ya...?” kata Yui.
“Benar sekali,” jawab Akkarin.
Mereka pun berjalan bersama sampai akhirnya masing-masing sampai ke tempat
tujuannya.
*****
Sesampainya di rumah, Akkarin
dipanggil sama Hilda yang sudah ada di rumah. Mikorin tentu saja langsung
menuju ke kamarnya. Kemudian Hilda memberikan setumpuk celana dalam ke Akkarin.
Akkarin tentu saja kaget melihatnya.
“Bagaimana kak Hilda bisa menemukan
sebanyak ini?” tanyanya kaget.
Hilda mengangkat bahunya.
“Entahlah. Saat aku mencari celanaku di lemariku yang ketemu punyamu terus.
Selain itu, bukannya kau yang sering melipat baju yang sudah kering?”
“Ah benar juga,” kata Akkarin yang
baru ingat bahwa tugas melipat baju yang sudah kering itu adalah kerjaannya.
“Kau ini. Lebih teliti lah sedikit,”
kata Hilda menasihati.
“Baik,” jawab Akkarin dengan
ekspresi bahagia menghiasi wajahnya.
“Ya sudah aku mau tidur dulu,” kata
Hilda kemudian pergi ke kamarnya. Akkarin mengangguk dan mulai membawa tumpukan
celana dalam miliknya ke lemarinya.
Begitulah. Ternyata apa yang
dilihat Kyouko ternyata sebuah ke salah pahaman. Semoga Kyouko segera
menyadarinya.
—THE END—
Tidak ada komentar:
Posting Komentar