- Anak pertama, Shirayuki (dari red haired snow white)
- Anak ke dua, Yona (dari Akatsuki no Yona)
- Anak ke tiga, Hilda (dari Cross Ange: Tenshi to Ryuu no Rondo)
- Anak ke empat, Kurisu (dari Steins Gate)
- Anak ke lima, Mikorin (dari Gekkan Shoujo Nozaki-kun)
- Anak ke enam, Maki (dari Love Live)
- Anak ke tujuh, Haruki (dari Akuma no Riddle)
- Anak ke delapan, Kyouko (dari Puella Magica Madoka)
- Anak ke sembilan, Akkarin (dari Yuru-Yuri)
Selamat menikmati :3
Masih di Minggu siang yang cerah
dan panas. Haruki pulang ke rumahnya setelah pergi dengan temannya. Tentu saja
yang dimaksudkan di sini bukan teman biasa.
“Aku pulang!” serunya sambil melepas
sepatunya. Dan tak terdengar jawaban sama sekali dari seseorang. Haruki tentu
saja penasaran ada apa di dalam rumah. Pasti ada orang di rumah karena pintunya
tak dikunci dan seingat dia Shirayuki, Kurisu dan Yona sedang tak ada janji ke
luar. Kalaupun mereka sedang ke luar paling tidak ada Akkarin atau Mikorin yang
suka menghabiskan waktunya main game
atau baca komik.
Haruki segera menuju ke ruang
keluarga, karena itu tempat kesukaan semua orang di rumah ini. Dan dia
mendapati ada Shirayuki dan Kurisu yang sedang membaca buku yang sangat tebal di
depan meja, Maki juga membaca tapi buku yang dibacanya lebih tipis daripada ke
dua kakaknya itu. Yona dan Mikorin duduk dipojokan menghadap dinding sambil
memeluk ke dua lutut mereka, sementara Akkarin duduk sambil menikmati teh barley dingin miliknya.
“Ah, kak Haruki. Selamat datang,” kata
Akkarin saat dia melihat kakaknya itu di pintu masuk ruang keluarga yang
terbuka.
“Aku pulang, Akkarin,” balas haruki
sambil tersenyum. Akkarin segera berdiri dan melangkah menuju ke dapur dengan
membawa nampan untuk mengambil gelas untuk kakaknya.
Haruki duduk di sekitar meja,
kemudian mengambil biskuit yang ada di sana dan memakannya. Haruki mempunyai rambut
merah panjang sebahu yang berombak. Setengah rambutnya dia ikat satu ke atas. Sementara
poninya dia cepit dengan tiga jepit tipis seperti biting dengan dua buah berada
di poni kirinya sementara satu jepit di poni bagian tengah.
“Lalu ada apa ini? Kenapa
suasananya tak menyenangkan begini?” tanya Haruki kemudian melahap biskuit yang
dipegangnya.
“Hei kalian berdua yang dipojok!
Kenapa penampilan kalian menyedihkan begitu?” lanjutnya dengan suara dikeraskan
supaya mereka berdua mendengarnya.
“Biarkan saja kami!” seru Mikorin
dengan posisi yang masih sama.
“Kalau kau terus seperti itu, tak
ada cewek yang mau mendekatimu loh, Mikorin,” seru Haruki, tak mau mengalah.
“Biarkan saja kak Mikorin, kak. Kak
Mikorin dan kak Yona telah mendapat tamparan telak yang membuat hati mereka
sakit,” kata Maki menghentikan tingkah Haruki yang menggoda Mikorin.
“Bisa kau jelaskan lebih jelas
lagi. Aku tak paham kalau bahasamu seperti itu,” pinta Haruki. Maki menghela
napasnya kemudian menjelaskan apa yang baru saja terjadi. Setelah menjelaskan
apa yang terjadi, Maki memilih duduk di atas sofa dan mulai meneruskan
membacanya. Mikorin dan Yona yang capek duduk di pojokan mulai pindah tempat. Yona
memilih duduk di samping Shirayuki dan mulai membaca buku tentang memanah
sementara Mikorin memilih duduk di samping Maki, di sofa panjang, dengan komik
di tangannya.
Haruki menolehkan kepalanya ke arah
Akkarin yang datang membawakan tiga gelas panjang transparan di atas nampan kemudian
menyeringai ke arahnya. Akkarin tentu saja bingung melihat kelakuan kakaknya
satu itu. Perlahan dia letakkan nampan berisi gelas itu di atas meja lalu
bertanya, “Ada apa kak Haruki?”
“Tidak apa-apa,” jawabnya kemudian
mengusap-usap rambut Akkarin. “Tak menyangka saja ternyata adikku yang satu ini
sangat hebat.”
Akkarin tentu saja semakin bingung
dibuatnya. Dia siapkan segelas teh barley
dingin untuk Haruki dan memberikannya kepadanya.
“Wah, terima kasih, adikku yang
manis,” puji Haruki sambil tersenyum lalu menegak teh itu dan berkata dengan
nada puas, “Wah segarnya~”
Tiba-tiba Hilda muncul ke ruang
keluarga sambil tanya dengan muka masam, “Kenapa kalian semua ada di sini?”
“Sudah jelaskan, karena di sini
tempat yang paling sejuk di tempat ini,” jawab Maki dengan muka yang sama
masamnya dengan Hilda.
Apa yang dikatakan Maki benar
sekali. Ruang keluarga adalah satu-satunya ruangan dalam rumah itu yang
dipasang AC. Tak kaget jika semuanya berkumpul di ruangan tersebut walau hanya
sekadar mendinginkan diri.
“Silahkan kak Hilda,” kata Akkarin
yang muncul tiba-tiba di depan Hilda sambil menyodorkan segelas teh barley dingin.
“Oh... makasih, Akkarin,” kata
Hilda sambil menerima teh barley dingin.
Hilda, anak ke tiga dari delapan
bersaudara, mempunyai bentuk badan yang seksi dan tinggi badan yang sama dengan
Kurisu. Rambutnya yang merah ikal panjang di kuncir dua. Hilda ahli dalam bela
diri dan menembak menggunakan pistol.
“Enak...” kata Hilda setelah
meneguk teh yang diberi oleh adiknya sambil berdiri.
“Hilda, kalau minum duduk.
Nanti...” Sebelum Kurisu dapat menyelesaikan perkataannya, Hilda memotongnya
dengan berkata dengan nada malas, “Baik, baik.”
Dan langsung duduk di tengah-tengah
antara Maki dan Mikorin. Tentu saja Maki langsung protes dengan memanggil nama
kakaknya itu, “Kak Hilda!”
“Apa?” jawab Hilda santai.
Maki memindahkan posisi duduknya di
samping Yona. Tentu saja dengan wajah merengut dan ke dua pipi yang
menggembung. Sementara Hilda menikmati tehnya sambil duduk dengan posisi yang
menurutnya senyaman mungkin. Menyadari ada seseorang yang hilang, dia edarkan
matanya mengelilingi ruangan.
“Kyouko mana?” tanya Hilda saat
menyadari adiknya satu itu tak ada.
“Kyouko menginap di tempatnya Sayaka,”
jawab Haruki sambil melahap biskuit yang dipegangnya.
“Tumben kau tak keluar, Haruki?” tanya
Hilda.
“Oh aku? Sudah tadi sama
Isuke-sama. Karena di luar panas sekali jadi dia memutuskan untuk pulang,”
jawab Haruki santai.
“Kenapa kau ikut-ikutan memanggil
bocah ingusan seperti dia Isuke-sama?” tanya Hilda dengan nada sebal.
Haruki malah tertawa mendengarnya.
“Hahaha. Karena sudah terbiasa mungkin,” jawab haruki masih dengan nada santai.
“Lagipula Isuke-sama manis, jadi aku tak keberatan memanggilnya Isuke-sama.”
Hilda mendecakkan lidahnya saat
mendengar jawaban adiknya itu. “Ck, kau ini. Seleramu itu aneh sekali.”
Lagi-lagi Haruki hanya tertawa mendengar perkataan kakaknya.
Bosan, Hilda mengambil remote televisi dan menyalakannya. Tiba-tiba
terdengar suara perempuan berkata, “Lembutnya seperti ciuman pertama. Rasakan first kiss di sela-sela gigitannya.”
Mikorin langsung mendongak ke
depan, meninggalkan bacaannya sambil memasang wajah kaget. Begitu juga dengan Shirayuki,
Kurisu, Yona dan Maki yang melotot ke arah televisi. Dalam hati, mereka semua
serempak teriak, “Iklan itu lagi!!!”
“Hooo...” kata Haruki dengan nada
kagum.
Mikorin langsung merebut remote televisi yang dipegang Hilda dan mematikan
televisinya.
“Kakak ini bodoh ya! Kenapa memperlihatkan
iklan memalukan seperti itu! Dasar kak Hilda bodoh!” seru Mikorin dengan wajah
memerah.
Hilda tentu saja kesal
mendengarnya. Dia letakkan tangan kanannya ke kepala Mikorin kemudia menekannya
dengan aura ingin membunuh dan nada mengancam, “Kau tadi menyebutku apa?”
Mikorin tentu saja langsung
ketakutan. Dia tangkis tangan Hilda kemudian berlari bersembunyi di belakang tirai
jendela. “Kak Hilda bodoh!” serunya.
“Sini kau, bocah!” bentak Hilda
yang penuh dengan aura membunuh. Haruki malah tertawa terbahak-bahak.
“Kau. Apa yang kau tertawakan?”
tanya Hilda dengan nada ketus.
Haruki menghapus air matanya yang
menetes karena kebanyakan tawa. “Ah, maafkan aku kak. Tapi, reaksi keluarga
kita itu lucu sekali. Kan itu hanya iklan tentang ciuman pertama dan reaksi
mereka benar-benar lucu sekali.” Kemudian dia tertawa lagi.
Hilda pun tersenyum kemudian
tertawa kecil. “Kau benar juga. Reaksi mereka itu memang berlebihan sekali
untuk iklan yang cuma tentang ciuman. Seperti tak pernah ciuman saja,” sindir
Hilda kemudian menyedot es tehnya.
“Ci-ci-ci...” kata Yona gelagapan
saat mendengar perkataan adiknya.
“Hilda!” bentak Kurisu.
“Apa? Aku benar kan? Lagipula kak
Shirayuki pernah ciuman dengan Zen.”
Shirayuki yang tak bisa membantah
perkataan adiknya, hanya menundukkan kepalanya dengan wajah memerah. Kepalanya
dipenuhi adegan saat Zen menciumnya dulu.
“Lalu kak Kurisu sendiri pernah
ciuman dengan siapa namanya Ho- Ho...?”
“Houin Kyouma,” jawab Haruki.
“Ah benar. Sama dia, waktu dia
masih kecil lagi,” kata Hilda dengan nada mengejek.
“I... itu... Itukan ada alasannya!”
seru Kurisu dengan wajah yang masih memerah.
“Hooo, alasan...?” kata Hilda
dengan mata menggoda ke arah Kurisu.
“Jangan bilang kalau kau tak
menyukainya? Hm?” lanjutnya.
“A — aku...” Dengan wajah agak
memerah, Kurisu kebingungan memilih kata yang tepat untuk menjelaskan.
Alis Hilda naik sebelah saat
mendengar jawaban kakaknya, “Aku?”
“Itu bukan urusanmu,” kata Kurisu
pada akhirnya.
“Hmph! Tak bisa membalas rupanya,”
sindir Hilda. Kemudian beralih ke Yona. “Lalu... kak Yona...”
“Apa?” tanya Yona dengan menantang.
“Kakakku yang satu ini paling
banyak dikelilingi laki-laki. Tapi sayangnya tak satu pun dari mereka yang
pernah menciummu tepat di bibir,” kata Hilda menyindir. Yona diam saja tak
menjawab. Wajahnya merah menahan amarah yang memuncak. Dia tak dapat membalas
perkataan Hilda karena memang itu kebenarannya.
“Dasar menjijikkan,” kata Maki yang
membuat Hilda kesal.
“Kau menghinaku ya?” tanya Hilda
dengan nada meninggi.
“Iya. Karena apa yang kakak katakan
itu menjijikkan,” kata Maki dengan nada menantang.
“Ho... sudah berani sama kakakmu
rupanya ya? Apakah karena Nico sudah melakukan sesuatu padamu?”
Maki membelalakkan matanya, tak
percaya apa yang didengarnya. “A — Kenapa tiba-tiba Nico yang muncul?!” balas Maki.
“Tentu saja karena dia pacarmu,”
jawab Hilda enteng.
“Dia bukan pacarku dan kami tak
pacaran!” seru Maki keras-keras.
“Oh ya?” Hilda menaikkan alisnya
yang sebelah, meragukan apa yang baru saja
dikatakan oleh Maki.
“Ka — kami hanya teman biasa. Itu
saja,” kata Maki sambil memutar-mutar ujung rambutnya.
“Hoho... teman biasa ya?” sindir Hilda.
“Benar. Kami hanya teman biasa.
Kenapa kak Hilda tak pikirkan saja hubungan kakak dengan kak Ange. Bukannya kak
Ange sudah punya cowok?” tanya Maki merubah topik pembicaraan.
“Benar sekali kan ya?!” seru kak
Hilda tiba-tiba, mengagetkan Maki. “Kenapa juga Ange harus bersama cowok
brengsek sialan itu! Padahal ada aku! Ada aku di sisinya! Apa aku kurang
baginya?” lanjutnya dengan nada menyedihkan.
“Aku memang tak dapat memberikannya
ciuman pertamaku, tapi aku serius berhubungan dengan dirinya. Padahal tinggal
sedikit lagi dan semuanya hancur gara-gara cowok brengsek itu datang!” seru
Hilda frustasi. Semuanya hanya diam mendengarkan tak berani berkata apa-apa.
“Kakak mau tambah tehnya?” tanya
Akkarin dengan nada polos dan langsung mendapat perhatian dari semua orang yang
berada di sana.
Hilda langsung memeluk Akkarin dan
berkata dengan nada manja, “Akkarin. Cuma kau yang menyayangi kakak. Kakak
sangat menyayangimu. Kau tak akan memberikan ciuman pertamamu ke orang lain
selain kakak kan?”
Akkarin mematung di tempat untuk
beberapa detik. “Anu... kak Hilda,” katanya kemudian.
“Apa?” jawab Hilda masih memeluk
Akkarin.
“Sebetulnya, aku sudah pernah
ciuman dengan seseorang.” Kalimat yang baru keluar dari mulut Akkarin membuat Hilda
hancur.
“Kau tadi bilang apa? Pernah
mencium seseorang?” tanya Hilda mengkonfirmasi apa yang tadi didengarnya,
berharap dia tadi salah dengar.
“Benar. Aku sudah pernah ciuman
sama orang.” Jawaban yang diberikan Akkarin berhasil menghancurkan Hilda untuk
ke dua kalinya.
“Siapa? Siapa yang beraninnya
menciummu. Katakan...” perintah Hilda dengan aura ingin membunuh. Akkarin tentu
saja ketakutan mendengarnya.
“Chi — Chinatsu...” jawab Akkarin
ketakutan.
“Hooo ternyata bocah kecil itu yang
berani mencuri ciuman pertama milik adikku,” kata Hilda yang sudah siap membunuh
orang dengan pistol ke dua tangannya. Akkarin langsung memeluk Hilda dari
belakang, menahannya supaya tak pergi.
“Tu — tunggu dulu kak! Itu hanya
latihan! Latihan supaya dia dapat mencium Yui-chan.” Sayangnya penjelasan Akkarin
hanya menambah kemarahan Hilda saja.
“Ho... sudah berani mempermainkan
adikku rupanya. Dia pikir dia siapa hah!?” seru Hilda sudah siap membunuh
orang.
Haruki yang melihat adegan itu
tertawa terbahak-bahak.
“Kenapa kau malah tertawa Haruki?”
tanya Hilda yang kesal melihat adiknya satu itu malah tertawa terbahak-bahak.
“Karena lucu tentu saja,” jawab
Haruki santai.
Hilda melepaskan pelukannya Akkarin
dan memberi kode agar Akkarin menjauhinya. Akkarin menurut dan dia berdiri di
samping kakaknya yang lain.
“Jadi kau sudah berani menertawai
kakakmu ya?” kata Hilda sambil menyeringai dengan ke dua tangan yang
masing-masing memegang pistol.
“Aku bukannya bermaksud menertawai
kakak. Hanya saja yang kakak lakukan itu lucu menurutku, makanya aku tertawa,”
kata Haruki dengan entengnya sambil memakai sarung tangannya, siap untuk
bertarung.
“Lucu menurutmu. Kita lihat apa kau
masih bisa tertawa setelah ini,” kata Hilda dengan nada santai tapi aura
membunuhnya sangat kuat. Haruki hanya tersenyum sambil mengeluarkan aura
membunuh yang sama kuatnya dengan Hilda.
Yona dan Shirayuki menatap Hilda
dan Haruki dengan tatapan tajam, sementara Mikorin, Maki, Kurisu dan Akkarin
menatap Hilda dan Haruki dengan tatapan cemas dan khawatir.
Saat mereka hendak bertarung,
Kyouko, anak ke delapan membuka pintu depan dan berteriak, “Aku pulang!”
Teriakan Kyouko membuat Hilda dan
Haruki kehilangan minat untuk bertarung.
“Lho. Apa tak ada orang di rumah ya?”
katanya selanjutnya kaget mendapati tak ada sahutan dari dalam. Dengan cepat
dia lepas sepatu bootsnya kemudian berjalan ke ruang keluarga. Ruang yang
menjadi tempat kesukaan keluarganya berkumpul dan menghabiskan waktu.
“Lho, ternyata semuanya ada di
sini. Kukira semuanya pada ke luar,” kata Kyouko sambil masuk ke dalam ruang
keluarga.
“Ah, selamat datang kak,” kata
Akkarin.
“Aku pulang, Akkarin,” jawab Kyouko
sambil tersenyum ke arah adiknya itu. Kyouko memiliki rambut merah panjang
lurus yang diikat ponytail. Pita
hitam besar terlihat menutupi ikatan ponytailnya.
“Lalu, kenapa kak Hilda dan kak
Haruki seperti orang yang sudah siap untuk bertarung?” tanya Kyouko.
“Itu bukan urusanmu,” jawab Hilda sambil
memasukkan pistol-pistolnya ke dalam sarungnya dan duduk di atas sofa panjang,
diikuti Haruki yang melepas sarung tangannya dan duduk di depan meja.
“Bukan urusanku ya? Yah terserah
deh,” jawab Kyouko dan memilih duduk di samping Haruki.
Akkarin berjalan mendekati meja dan
mulai menuangkan teh barley dingin
untuk kakaknya Kyouko. “Oh, makasih Akkarin,” kata Kyouko ke Akkarin sambil
tersenyum lebar. Akkarin tersenyum mendengarnya.
“Bukannya kau bilang menginap di
tempatnya Sayaka?” tanya Haruki dengan tangan mencomot biskuit di meja.
“Itu kan kemarin. Jadi hari ini
waktunya aku pulang,” jawab Kyouko sebelum memasukkan biskuit ke dalam
mulutnya.
Kyouko hendak mengambil remote televisi yang berada tak jauh
darinya tapi remote tersebut telah dibawa
Mikorin duluan. Lalu Mikorin berjalan menjauh sambil mendekap remote tersebut seakan-akan benda
tersebut sangat berharga.
“Apa-apaan itu. Menyebalkan!” seru Kyouko
seraya mengeluarkan semua kekesalannya karena mendapat perlakuan tak
menyenangkan dari Mikorin.
“Kak... itu sebetulnya kak Mikorin
melakukannya supaya tak muncul keributan lagi,” kata Akkarin berusaha
menjelaskan.
“Keributan? Keributan apa?” tanya
Kyouko penasaran.
“Hanya masalah ringan. Bukan hal
yang besar,” jawab Haruki sambil mengambil beberapa biskuit kemudian
melahapnya. Kyouko juga mengambil biskuit itu sambil berkata, “Aku jadi
penasaran. Masalah apa yang muncul dari remote
televisi. Aku yakin bukan karena berebutan ingin menonton sebuah acara.”
Dimasukkannya semua biskuit ke dalam mulutnya dan Kyouko pun mulai sibuk
mengunyah biskuit-biskuit tersebut. Kyouko tahu saudaranya itu tak terlalu
berminat dengan televisi. Karena mereka suka asyik sendiri dengan kegiatan
mereka. Karena itulah dia jadi penasaran apa yang bisa dilakukan remote televisi sampai saudaranya itu
ribut.
“Itu benar-benar masalah kecil. Kau
tak perlu ikut memikirkannya,” kata Kurisu.
“Heee, tapi aku kan sangat
penasaran!” protes Kyouko sebelum melahap biskuit lagi.
“Ciuman pertama,” jawab Haruki.
“Haruki!” bentak Hilda.
Haruki hanya melirik sekilas ke
arah kakaknya itu sebelum akhirnya dengan nada enteng, “Tak apa kan? Biar dia tak
melakukan kesalahan yang sama.”
Hilda tak bisa berkata apa-apa
karena apa yang dikatakan adiknya itu benar. Dia hanya mengepalkan tangannya
dan membuang pandangan ke arah lain.
“Ciuman pertama?” kata Kyouko mengulangi
kata yang diucapkan Haruki dengan kebingungan.
“Tadi ada iklan dengan tema ciuman
pertama. Karena iklan itulah suasana jadi menegang di sini,” kata Maki
menjelaskan sesingkat mungkin ke Kyouko. Kyouko manggut-manggut, entah dia
sebetulnya paham atau tidak.
“Ternyata cuma masalah ciuman saja.
Kirain ada apa,” kata Kyouko enteng.
“Cu — Cuma katamu! Jangan pandang
enteng masalah ciuman!” seru Kurisu sambil berdiri sementara Shirayuki, Yona,
Mikorin dan Maki menganggukan kepala mereka, setuju dengan apa yang dikatakan
Kurisu. Hilda hanya memasang ekspresi kaget. Akkarin jelas sekali dia tak
mengerti maksud perkataan kakaknya dan Haruki lebih tertarik menghabiskan
biskuit di meja.
“Ayolah kak. Hanya ciuman, itu kan
masalah sepele sekali. Aku saja sering melakukan hal lainnya dengan Sayaka,”
jawab Kyouko masih enteng. Semua orang yang mendengarkan perkataan Kyouko
langsung memerah membayangkan apa yang Kyouko lakukan sama Sayaka, kecuali
Haruki yang tak peduli dan Akkarin yang tak paham.
“Melakukan hal lainnya? Apa itu?”
tanya Akkarin polos ke Kyouko.
“Tentu saja, aku... Hmpf!” Sebelum
Kyouko sempat menjelaskan apa yang dilakukannya bersama dengan Sayaka, dengan
gerakan cepat Hilda mengambil setangkup biskuit dan menjejalkannya ke mulut
Kyouko.
Haruki protes dan berteriak “Hei!”
Di belakang mereka, Kurisu
melemparkan gulungan tali pramuka yang ditemukannya di laci ke Shirayuki. Kemudian
Shirayuki dan Yona segera berlari ke arah Kyouko dan Hilda. Mereka berdua
dengan cepat mengikat Kyouko dengan tali tersebut.
Kyouko yang sudah selesai mengunyah
biskuit yang dijejalkan Hilda segera protes, “Hei...” Sayangnya protesnya harus
ditunda karena Maki menjejalkan sapu tangannya ke mulut Kyouko dan ditambah perekat
hitam yang ditempelkan Hilda di mulutnya Kyouko.
“Hmpf! Hmpf!” kata Kyouko dengan
mulut berisi sapu tangan.
Hilda memberi kode dan Shirayuki,
Kurisu, Yona, Maki menggotong Kyouko yang terikat ke kamarnya.
Haruki menjelaskan ke Akkarin kalau
sebetulnya mereka ingin mengajarkan Kyouko sesuatu yang penting. Kyouko diikat
supaya dia tak dapat kabur. Tentu saja semua yang dikatakan Haruki itu bohong. Akkarin
yang tak tahu kalau apa yang dikatakan Haruki itu bohong merasa lega.
“Ah begitu ya. Kukira ada apa.”
kata Akkarin dengan nada lega, kemudian membereskan gelas-gelas berisi sisa teh
barley dan membawanya ke dapur.
Haruki ikut membantu tapi dia langsung berhenti saat mendengar Mikorin berkata,
“Wanita di sini semuanya memang menyeramkan.”
“Coba kau ulangi lagi tadi,” kata
Haruki sambil menyeringai di belakang Mikorin.
“Bu-bukan apa-apa,” jawab Mikorin
langsung.
“Sebaiknya kau tutup mulutmu,
shotacon,” kata Haruki sebelum melanjutkan kegiatan membantu adik bungsunya
bersih-bersih.
“Aku bukan shoutacon!” bantah
Mikorin. Tapi Haruki mengabaikannya dan melangkah ke dapur begitu saja.
*****
catatan:
Haruki memanggil Mikorin Shoutacon karena dia menyukai Mayu, adiknya Nozaki (dari Gekkan Shoujo Nozaki-kun) yang masih SMP. Kalau dalam karya aslinya mereka berdua hanya berteman akrab saja :3
Sekian. Jangan lupa komentarnya ya :3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar