Minggu, 05 Juli 2015

Keluarga Rambut Merah: First Kiss (3)

Keluarga rambut merah. Keluarga yang terdiri dari 9 bersaudara berambut merah.
- Anak pertama, Shirayuki (dari red haired snow white)
- Anak ke dua, Yona (dari Akatsuki no Yona)
- Anak ke tiga, Hilda (dari Cross Ange: Tenshi to Ryuu no Rondo)
- Anak ke empat, Kurisu (dari Steins Gate)
- Anak ke lima, Mikorin (dari Gekkan Shoujo Nozaki-kun)
- Anak ke enam, Maki (dari Love Live)
- Anak ke tujuh, Haruki (dari Akuma no Riddle)
- Anak ke delapan, Kyouko (dari Puella Magica Madoka)
- Anak ke sembilan, Akkarin (dari Yuru-Yuri)

Selamat menikmati :3




Masih di Minggu siang yang cerah dan panas. Haruki pulang ke rumahnya setelah pergi dengan temannya. Tentu saja yang dimaksudkan di sini bukan teman biasa.
“Aku pulang!” serunya sambil melepas sepatunya. Dan tak terdengar jawaban sama sekali dari seseorang. Haruki tentu saja penasaran ada apa di dalam rumah. Pasti ada orang di rumah karena pintunya tak dikunci dan seingat dia Shirayuki, Kurisu dan Yona sedang tak ada janji ke luar. Kalaupun mereka sedang ke luar paling tidak ada Akkarin atau Mikorin yang suka menghabiskan waktunya main game atau baca komik.  
Haruki segera menuju ke ruang keluarga, karena itu tempat kesukaan semua orang di rumah ini. Dan dia mendapati ada Shirayuki dan Kurisu yang sedang membaca buku yang sangat tebal di depan meja, Maki juga membaca tapi buku yang dibacanya lebih tipis daripada ke dua kakaknya itu. Yona dan Mikorin duduk dipojokan menghadap dinding sambil memeluk ke dua lutut mereka, sementara Akkarin duduk sambil menikmati teh barley dingin miliknya.
“Ah, kak Haruki. Selamat datang,” kata Akkarin saat dia melihat kakaknya itu di pintu masuk ruang keluarga yang terbuka.
“Aku pulang, Akkarin,” balas haruki sambil tersenyum. Akkarin segera berdiri dan melangkah menuju ke dapur dengan membawa nampan untuk mengambil gelas untuk kakaknya.
Haruki duduk di sekitar meja, kemudian mengambil biskuit yang ada di sana dan memakannya. Haruki mempunyai rambut merah panjang sebahu yang berombak. Setengah rambutnya dia ikat satu ke atas. Sementara poninya dia cepit dengan tiga jepit tipis seperti biting dengan dua buah berada di poni kirinya sementara satu jepit di poni bagian tengah.
“Lalu ada apa ini? Kenapa suasananya tak menyenangkan begini?” tanya Haruki kemudian melahap biskuit yang dipegangnya.
“Hei kalian berdua yang dipojok! Kenapa penampilan kalian menyedihkan begitu?” lanjutnya dengan suara dikeraskan supaya mereka berdua mendengarnya.
“Biarkan saja kami!” seru Mikorin dengan posisi yang masih sama.
“Kalau kau terus seperti itu, tak ada cewek yang mau mendekatimu loh, Mikorin,” seru Haruki, tak mau mengalah.
“Biarkan saja kak Mikorin, kak. Kak Mikorin dan kak Yona telah mendapat tamparan telak yang membuat hati mereka sakit,” kata Maki menghentikan tingkah Haruki yang menggoda Mikorin.
“Bisa kau jelaskan lebih jelas lagi. Aku tak paham kalau bahasamu seperti itu,” pinta Haruki. Maki menghela napasnya kemudian menjelaskan apa yang baru saja terjadi. Setelah menjelaskan apa yang terjadi, Maki memilih duduk di atas sofa dan mulai meneruskan membacanya. Mikorin dan Yona yang capek duduk di pojokan mulai pindah tempat. Yona memilih duduk di samping Shirayuki dan mulai membaca buku tentang memanah sementara Mikorin memilih duduk di samping Maki, di sofa panjang, dengan komik di tangannya.
Haruki menolehkan kepalanya ke arah Akkarin yang datang membawakan tiga gelas panjang transparan di atas nampan kemudian menyeringai ke arahnya. Akkarin tentu saja bingung melihat kelakuan kakaknya satu itu. Perlahan dia letakkan nampan berisi gelas itu di atas meja lalu bertanya, “Ada apa kak Haruki?”
“Tidak apa-apa,” jawabnya kemudian mengusap-usap rambut Akkarin. “Tak menyangka saja ternyata adikku yang satu ini sangat hebat.”
Akkarin tentu saja semakin bingung dibuatnya. Dia siapkan segelas teh barley dingin untuk Haruki dan memberikannya kepadanya.
“Wah, terima kasih, adikku yang manis,” puji Haruki sambil tersenyum lalu menegak teh itu dan berkata dengan nada puas, “Wah segarnya~”
Tiba-tiba Hilda muncul ke ruang keluarga sambil tanya dengan muka masam, “Kenapa kalian semua ada di sini?”
“Sudah jelaskan, karena di sini tempat yang paling sejuk di tempat ini,” jawab Maki dengan muka yang sama masamnya dengan Hilda.
Apa yang dikatakan Maki benar sekali. Ruang keluarga adalah satu-satunya ruangan dalam rumah itu yang dipasang AC. Tak kaget jika semuanya berkumpul di ruangan tersebut walau hanya sekadar mendinginkan diri.
“Silahkan kak Hilda,” kata Akkarin yang muncul tiba-tiba di depan Hilda sambil menyodorkan segelas teh barley dingin.
“Oh... makasih, Akkarin,” kata Hilda sambil menerima teh barley dingin.
Hilda, anak ke tiga dari delapan bersaudara, mempunyai bentuk badan yang seksi dan tinggi badan yang sama dengan Kurisu. Rambutnya yang merah ikal panjang di kuncir dua. Hilda ahli dalam bela diri dan menembak menggunakan pistol.
“Enak...” kata Hilda setelah meneguk teh yang diberi oleh adiknya sambil berdiri.
“Hilda, kalau minum duduk. Nanti...” Sebelum Kurisu dapat menyelesaikan perkataannya, Hilda memotongnya dengan berkata dengan nada malas, “Baik, baik.”
Dan langsung duduk di tengah-tengah antara Maki dan Mikorin. Tentu saja Maki langsung protes dengan memanggil nama kakaknya itu, “Kak Hilda!” 
“Apa?” jawab Hilda santai.
Maki memindahkan posisi duduknya di samping Yona. Tentu saja dengan wajah merengut dan ke dua pipi yang menggembung. Sementara Hilda menikmati tehnya sambil duduk dengan posisi yang menurutnya senyaman mungkin. Menyadari ada seseorang yang hilang, dia edarkan matanya mengelilingi ruangan.
“Kyouko mana?” tanya Hilda saat menyadari adiknya satu itu tak ada.
“Kyouko menginap di tempatnya Sayaka,” jawab Haruki sambil melahap biskuit yang dipegangnya.
“Tumben kau tak keluar, Haruki?” tanya Hilda.
“Oh aku? Sudah tadi sama Isuke-sama. Karena di luar panas sekali jadi dia memutuskan untuk pulang,” jawab Haruki santai.
“Kenapa kau ikut-ikutan memanggil bocah ingusan seperti dia Isuke-sama?” tanya Hilda dengan nada sebal.
Haruki malah tertawa mendengarnya. “Hahaha. Karena sudah terbiasa mungkin,” jawab haruki masih dengan nada santai. “Lagipula Isuke-sama manis, jadi aku tak keberatan memanggilnya Isuke-sama.”
Hilda mendecakkan lidahnya saat mendengar jawaban adiknya itu. “Ck, kau ini. Seleramu itu aneh sekali.” Lagi-lagi Haruki hanya tertawa mendengar perkataan kakaknya.
Bosan, Hilda mengambil remote televisi dan menyalakannya. Tiba-tiba terdengar suara perempuan berkata, “Lembutnya seperti ciuman pertama. Rasakan first kiss di sela-sela gigitannya.”
Mikorin langsung mendongak ke depan, meninggalkan bacaannya sambil memasang wajah kaget. Begitu juga dengan Shirayuki, Kurisu, Yona dan Maki yang melotot ke arah televisi. Dalam hati, mereka semua serempak teriak, “Iklan itu lagi!!!”
“Hooo...” kata Haruki dengan nada kagum.
Mikorin langsung merebut remote televisi yang dipegang Hilda dan mematikan televisinya.
“Kakak ini bodoh ya! Kenapa memperlihatkan iklan memalukan seperti itu! Dasar kak Hilda bodoh!” seru Mikorin dengan wajah memerah.
Hilda tentu saja kesal mendengarnya. Dia letakkan tangan kanannya ke kepala Mikorin kemudia menekannya dengan aura ingin membunuh dan nada mengancam, “Kau tadi menyebutku apa?”
Mikorin tentu saja langsung ketakutan. Dia tangkis tangan Hilda kemudian berlari bersembunyi di belakang tirai jendela. “Kak Hilda bodoh!” serunya.
“Sini kau, bocah!” bentak Hilda yang penuh dengan aura membunuh. Haruki malah tertawa terbahak-bahak.
“Kau. Apa yang kau tertawakan?” tanya Hilda dengan nada ketus.
Haruki menghapus air matanya yang menetes karena kebanyakan tawa. “Ah, maafkan aku kak. Tapi, reaksi keluarga kita itu lucu sekali. Kan itu hanya iklan tentang ciuman pertama dan reaksi mereka benar-benar lucu sekali.” Kemudian dia tertawa lagi.
Hilda pun tersenyum kemudian tertawa kecil. “Kau benar juga. Reaksi mereka itu memang berlebihan sekali untuk iklan yang cuma tentang ciuman. Seperti tak pernah ciuman saja,” sindir Hilda kemudian menyedot es tehnya.
“Ci-ci-ci...” kata Yona gelagapan saat mendengar perkataan adiknya.
“Hilda!” bentak Kurisu.
“Apa? Aku benar kan? Lagipula kak Shirayuki pernah ciuman dengan Zen.”
Shirayuki yang tak bisa membantah perkataan adiknya, hanya menundukkan kepalanya dengan wajah memerah. Kepalanya dipenuhi adegan saat Zen menciumnya dulu.
“Lalu kak Kurisu sendiri pernah ciuman dengan siapa namanya Ho- Ho...?”
“Houin Kyouma,” jawab Haruki.
“Ah benar. Sama dia, waktu dia masih kecil lagi,” kata Hilda dengan nada mengejek.
“I... itu... Itukan ada alasannya!” seru Kurisu dengan wajah yang masih memerah.
“Hooo, alasan...?” kata Hilda dengan mata menggoda ke arah Kurisu.
“Jangan bilang kalau kau tak menyukainya? Hm?” lanjutnya.
“A — aku...” Dengan wajah agak memerah, Kurisu kebingungan memilih kata yang tepat untuk menjelaskan.
Alis Hilda naik sebelah saat mendengar jawaban kakaknya, “Aku?”
“Itu bukan urusanmu,” kata Kurisu pada akhirnya.
“Hmph! Tak bisa membalas rupanya,” sindir Hilda. Kemudian beralih ke Yona. “Lalu... kak Yona...”
“Apa?” tanya Yona dengan menantang.
“Kakakku yang satu ini paling banyak dikelilingi laki-laki. Tapi sayangnya tak satu pun dari mereka yang pernah menciummu tepat di bibir,” kata Hilda menyindir. Yona diam saja tak menjawab. Wajahnya merah menahan amarah yang memuncak. Dia tak dapat membalas perkataan Hilda karena memang itu kebenarannya.
“Dasar menjijikkan,” kata Maki yang membuat Hilda kesal.
“Kau menghinaku ya?” tanya Hilda dengan nada meninggi.
“Iya. Karena apa yang kakak katakan itu menjijikkan,” kata Maki dengan nada menantang.
“Ho... sudah berani sama kakakmu rupanya ya? Apakah karena Nico sudah melakukan sesuatu padamu?”
Maki membelalakkan matanya, tak percaya apa yang didengarnya. “A — Kenapa tiba-tiba Nico yang muncul?!” balas Maki.
“Tentu saja karena dia pacarmu,” jawab Hilda enteng.
“Dia bukan pacarku dan kami tak pacaran!” seru Maki keras-keras.
“Oh ya?” Hilda menaikkan alisnya yang sebelah, meragukan apa yang baru saja  dikatakan oleh Maki.
“Ka — kami hanya teman biasa. Itu saja,” kata Maki sambil memutar-mutar ujung rambutnya.
“Hoho... teman biasa ya?” sindir Hilda.
“Benar. Kami hanya teman biasa. Kenapa kak Hilda tak pikirkan saja hubungan kakak dengan kak Ange. Bukannya kak Ange sudah punya cowok?” tanya Maki merubah topik pembicaraan.
“Benar sekali kan ya?!” seru kak Hilda tiba-tiba, mengagetkan Maki. “Kenapa juga Ange harus bersama cowok brengsek sialan itu! Padahal ada aku! Ada aku di sisinya! Apa aku kurang baginya?” lanjutnya dengan nada menyedihkan.
“Aku memang tak dapat memberikannya ciuman pertamaku, tapi aku serius berhubungan dengan dirinya. Padahal tinggal sedikit lagi dan semuanya hancur gara-gara cowok brengsek itu datang!” seru Hilda frustasi. Semuanya hanya diam mendengarkan tak berani berkata apa-apa.
“Kakak mau tambah tehnya?” tanya Akkarin dengan nada polos dan langsung mendapat perhatian dari semua orang yang berada di sana.
Hilda langsung memeluk Akkarin dan berkata dengan nada manja, “Akkarin. Cuma kau yang menyayangi kakak. Kakak sangat menyayangimu. Kau tak akan memberikan ciuman pertamamu ke orang lain selain kakak kan?”
Akkarin mematung di tempat untuk beberapa detik. “Anu... kak Hilda,” katanya kemudian.
“Apa?” jawab Hilda masih memeluk Akkarin.
“Sebetulnya, aku sudah pernah ciuman dengan seseorang.” Kalimat yang baru keluar dari mulut Akkarin membuat Hilda hancur.
“Kau tadi bilang apa? Pernah mencium seseorang?” tanya Hilda mengkonfirmasi apa yang tadi didengarnya, berharap dia tadi salah dengar.
“Benar. Aku sudah pernah ciuman sama orang.” Jawaban yang diberikan Akkarin berhasil menghancurkan Hilda untuk ke dua kalinya.
“Siapa? Siapa yang beraninnya menciummu. Katakan...” perintah Hilda dengan aura ingin membunuh. Akkarin tentu saja ketakutan mendengarnya.
“Chi — Chinatsu...” jawab Akkarin ketakutan.
“Hooo ternyata bocah kecil itu yang berani mencuri ciuman pertama milik adikku,” kata Hilda yang sudah siap membunuh orang dengan pistol ke dua tangannya. Akkarin langsung memeluk Hilda dari belakang, menahannya supaya tak pergi.
“Tu — tunggu dulu kak! Itu hanya latihan! Latihan supaya dia dapat mencium Yui-chan.” Sayangnya penjelasan Akkarin hanya menambah kemarahan Hilda saja.
“Ho... sudah berani mempermainkan adikku rupanya. Dia pikir dia siapa hah!?” seru Hilda sudah siap membunuh orang.
Haruki yang melihat adegan itu tertawa terbahak-bahak.
“Kenapa kau malah tertawa Haruki?” tanya Hilda yang kesal melihat adiknya satu itu malah tertawa terbahak-bahak.
“Karena lucu tentu saja,” jawab Haruki santai.
Hilda melepaskan pelukannya Akkarin dan memberi kode agar Akkarin menjauhinya. Akkarin menurut dan dia berdiri di samping kakaknya yang lain.
“Jadi kau sudah berani menertawai kakakmu ya?” kata Hilda sambil menyeringai dengan ke dua tangan yang masing-masing memegang pistol.
“Aku bukannya bermaksud menertawai kakak. Hanya saja yang kakak lakukan itu lucu menurutku, makanya aku tertawa,” kata Haruki dengan entengnya sambil memakai sarung tangannya, siap untuk bertarung.
“Lucu menurutmu. Kita lihat apa kau masih bisa tertawa setelah ini,” kata Hilda dengan nada santai tapi aura membunuhnya sangat kuat. Haruki hanya tersenyum sambil mengeluarkan aura membunuh yang sama kuatnya dengan Hilda.
Yona dan Shirayuki menatap Hilda dan Haruki dengan tatapan tajam, sementara Mikorin, Maki, Kurisu dan Akkarin menatap Hilda dan Haruki dengan tatapan cemas dan khawatir.
Saat mereka hendak bertarung, Kyouko, anak ke delapan membuka pintu depan dan berteriak, “Aku pulang!”
Teriakan Kyouko membuat Hilda dan Haruki kehilangan minat untuk bertarung.
“Lho. Apa tak ada orang di rumah ya?” katanya selanjutnya kaget mendapati tak ada sahutan dari dalam. Dengan cepat dia lepas sepatu bootsnya kemudian berjalan ke ruang keluarga. Ruang yang menjadi tempat kesukaan keluarganya berkumpul dan menghabiskan waktu.
“Lho, ternyata semuanya ada di sini. Kukira semuanya pada ke luar,” kata Kyouko sambil masuk ke dalam ruang keluarga.
“Ah, selamat datang kak,” kata Akkarin.
“Aku pulang, Akkarin,” jawab Kyouko sambil tersenyum ke arah adiknya itu. Kyouko memiliki rambut merah panjang lurus yang diikat ponytail. Pita hitam besar terlihat menutupi ikatan ponytailnya.
“Lalu, kenapa kak Hilda dan kak Haruki seperti orang yang sudah siap untuk bertarung?” tanya Kyouko.
“Itu bukan urusanmu,” jawab Hilda sambil memasukkan pistol-pistolnya ke dalam sarungnya dan duduk di atas sofa panjang, diikuti Haruki yang melepas sarung tangannya dan duduk di depan meja.
“Bukan urusanku ya? Yah terserah deh,” jawab Kyouko dan memilih duduk di samping Haruki.
Akkarin berjalan mendekati meja dan mulai menuangkan teh barley dingin untuk kakaknya Kyouko. “Oh, makasih Akkarin,” kata Kyouko ke Akkarin sambil tersenyum lebar. Akkarin tersenyum mendengarnya.
“Bukannya kau bilang menginap di tempatnya Sayaka?” tanya Haruki dengan tangan mencomot biskuit di meja.
“Itu kan kemarin. Jadi hari ini waktunya aku pulang,” jawab Kyouko sebelum memasukkan biskuit ke dalam mulutnya.
Kyouko hendak mengambil remote televisi yang berada tak jauh darinya tapi remote tersebut telah dibawa Mikorin duluan. Lalu Mikorin berjalan menjauh sambil mendekap remote tersebut seakan-akan benda tersebut sangat berharga.
“Apa-apaan itu. Menyebalkan!” seru Kyouko seraya mengeluarkan semua kekesalannya karena mendapat perlakuan tak menyenangkan dari Mikorin.
“Kak... itu sebetulnya kak Mikorin melakukannya supaya tak muncul keributan lagi,” kata Akkarin berusaha menjelaskan.
“Keributan? Keributan apa?” tanya Kyouko penasaran.
“Hanya masalah ringan. Bukan hal yang besar,” jawab Haruki sambil mengambil beberapa biskuit kemudian melahapnya. Kyouko juga mengambil biskuit itu sambil berkata, “Aku jadi penasaran. Masalah apa yang muncul dari remote televisi. Aku yakin bukan karena berebutan ingin menonton sebuah acara.” Dimasukkannya semua biskuit ke dalam mulutnya dan Kyouko pun mulai sibuk mengunyah biskuit-biskuit tersebut. Kyouko tahu saudaranya itu tak terlalu berminat dengan televisi. Karena mereka suka asyik sendiri dengan kegiatan mereka. Karena itulah dia jadi penasaran apa yang bisa dilakukan remote televisi sampai saudaranya itu ribut.
“Itu benar-benar masalah kecil. Kau tak perlu ikut memikirkannya,” kata Kurisu.
“Heee, tapi aku kan sangat penasaran!” protes Kyouko sebelum melahap biskuit lagi.
“Ciuman pertama,” jawab Haruki.
“Haruki!” bentak Hilda.
Haruki hanya melirik sekilas ke arah kakaknya itu sebelum akhirnya dengan nada enteng, “Tak apa kan? Biar dia tak melakukan kesalahan yang sama.”
Hilda tak bisa berkata apa-apa karena apa yang dikatakan adiknya itu benar. Dia hanya mengepalkan tangannya dan membuang pandangan ke arah lain.
“Ciuman pertama?” kata Kyouko mengulangi kata yang diucapkan Haruki dengan kebingungan.
“Tadi ada iklan dengan tema ciuman pertama. Karena iklan itulah suasana jadi menegang di sini,” kata Maki menjelaskan sesingkat mungkin ke Kyouko. Kyouko manggut-manggut, entah dia sebetulnya paham atau tidak.
“Ternyata cuma masalah ciuman saja. Kirain ada apa,” kata Kyouko enteng.
“Cu — Cuma katamu! Jangan pandang enteng masalah ciuman!” seru Kurisu sambil berdiri sementara Shirayuki, Yona, Mikorin dan Maki menganggukan kepala mereka, setuju dengan apa yang dikatakan Kurisu. Hilda hanya memasang ekspresi kaget. Akkarin jelas sekali dia tak mengerti maksud perkataan kakaknya dan Haruki lebih tertarik menghabiskan biskuit di meja.
“Ayolah kak. Hanya ciuman, itu kan masalah sepele sekali. Aku saja sering melakukan hal lainnya dengan Sayaka,” jawab Kyouko masih enteng. Semua orang yang mendengarkan perkataan Kyouko langsung memerah membayangkan apa yang Kyouko lakukan sama Sayaka, kecuali Haruki yang tak peduli dan Akkarin yang tak paham.
“Melakukan hal lainnya? Apa itu?” tanya Akkarin polos ke Kyouko.
“Tentu saja, aku... Hmpf!” Sebelum Kyouko sempat menjelaskan apa yang dilakukannya bersama dengan Sayaka, dengan gerakan cepat Hilda mengambil setangkup biskuit dan menjejalkannya ke mulut Kyouko.
Haruki protes dan berteriak “Hei!”
Di belakang mereka, Kurisu melemparkan gulungan tali pramuka yang ditemukannya di laci ke Shirayuki. Kemudian Shirayuki dan Yona segera berlari ke arah Kyouko dan Hilda. Mereka berdua dengan cepat mengikat Kyouko dengan tali tersebut.
Kyouko yang sudah selesai mengunyah biskuit yang dijejalkan Hilda segera protes, “Hei...” Sayangnya protesnya harus ditunda karena Maki menjejalkan sapu tangannya ke mulut Kyouko dan ditambah perekat hitam yang ditempelkan Hilda di mulutnya Kyouko.
“Hmpf! Hmpf!” kata Kyouko dengan mulut berisi sapu tangan.
Hilda memberi kode dan Shirayuki, Kurisu, Yona, Maki menggotong Kyouko yang terikat ke kamarnya.
Haruki menjelaskan ke Akkarin kalau sebetulnya mereka ingin mengajarkan Kyouko sesuatu yang penting. Kyouko diikat supaya dia tak dapat kabur. Tentu saja semua yang dikatakan Haruki itu bohong. Akkarin yang tak tahu kalau apa yang dikatakan Haruki itu bohong merasa lega.
“Ah begitu ya. Kukira ada apa.” kata Akkarin dengan nada lega, kemudian membereskan gelas-gelas berisi sisa teh barley dan membawanya ke dapur. Haruki ikut membantu tapi dia langsung berhenti saat mendengar Mikorin berkata, “Wanita di sini semuanya memang menyeramkan.”
“Coba kau ulangi lagi tadi,” kata Haruki sambil menyeringai di belakang Mikorin.
“Bu-bukan apa-apa,” jawab Mikorin langsung.
“Sebaiknya kau tutup mulutmu, shotacon,” kata Haruki sebelum melanjutkan kegiatan membantu adik bungsunya bersih-bersih.
“Aku bukan shoutacon!” bantah Mikorin. Tapi Haruki mengabaikannya dan melangkah ke dapur begitu saja.

***** 

catatan:
Haruki memanggil Mikorin Shoutacon karena dia menyukai Mayu, adiknya Nozaki (dari Gekkan Shoujo Nozaki-kun) yang masih SMP. Kalau dalam karya aslinya mereka berdua hanya berteman akrab saja :3

Sekian. Jangan lupa komentarnya ya :3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar